2.
PERKEMBANGAN ETIKA BISNIS DAN PROFESI DI INDONESIA
Dalam Sejarah, Indonesia pertama
kali mengenal Akuntansi pada masa penjajahan, bukan pada masa kerajaan. Namun
yang dipelajari oleh bangsa Indonesia saat itu ialah ilmu tata buku
(bookkepper) yang hanya sekedar mencatat administrasi bisnis tanpa
memperhatikan keperluan pelaporan, pengawasan dan analisa. Di dalam buku
setengah abad profesi akuntansi yang ditulis oleh Theodorus M Tuanakotta
ditemukan ada 6 (enam) Kantor Akuntan Belanda yang pada masa
penjajahan beroperasi di Indonesia. Kantor Akuntan Belanda itu seperti; (1)
Frese & Hogeweg, (2) H.J. Voorns, (3) E.F. Jahn, (4) H. Grevers, (5) J.P
Van Marle, (6) Mej G. Segall yang tepatnya beroperasi di Indonesia pada tahun
1918 s.d 1941 di Jakarta, Bandung, Palembang, Semarang, Surabaya, Malang dan
Medan. Pada masa ini tentu saja tidak ditemukan seorang Akuntan asal Indonesia
apalagi mengenai EPA, tetapi setidaknya Indonesia telah mengenal istilah
Akuntansi atau lebih tepatnya Tata Buku "Bookkeeper". Singkatnya
bangsa Indonesia belum memiliki peluang memimpin praktek akuntan di tanah air,
namun secara individu telah menyiapkan dirinya dengan mengikuti pendidikan
akuntan yang ada.
Masa
Kemerdekaan
Orde
Lama
Indonesia Merdeka. Namun profesional
akuntansi di tanah air saat itu masih sangat minim. Hal itu terjadi karena
minimnya perhatian dari pemerintah terhadap Akuntansi mengingat Indonesia saat
itu ditimpa segudang masalah politik- ekonomi pasca menyatakan dirinya merdeka.
Presiden Ir. Soekarno yang anti-kapitalis membuat pelaku bisnis hengkang dari
Indonesia yang juga berdampak ikut hengkangnya para profesional akuntansi
asing. Puncak masalahnya adalah saat Indonesia mengalami inflasi 650%
menjelang akhir masa pimpinan Presiden Ir. Soekarno yang juga adalah sang
proklamator RI. Tidak adanya investasi/ pendanaan yang masuk ditambah dengan
minimnya tenaga ahli dalam akuntansi membuat Indonesia lamban dalam hal
membangun ekonominya. Padahal saat itu juga pemerintah sedang
menasionalisasikan perusahaan - perusahaan eks-belanda yang ada di tanah air.
Sejarah mencatat, setidaknya pada
masa orde lama ada beberapa hal penting mengenai perubahan dalam bidang
pendidikan akuntansi seperti pemakaian istilah Accounting (Amerika) dan
Accountancy (Inggris) menggantikan istilah Bookkeeper (yang diajarkan Belanda)
dan juga persyaratan menjadi akuntan yang semula harus menyelesaikan
doktorandus ekonomi perusahaan kemudian diharuskan mengambil mata kuliah
tambahan seperti auditing, akunting sistem, dan hukum perpajakan.
Orde Baru
Indonesia pada masa dibawah pimpinan
presiden Soeharto menganut sistem perekonomian terbuka. Terbitnya Undang-Undang
tentang Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri
(PMDN) menandai era baru pembangunan ekonomi bangsa Indonesia dimulai.
Sebagai konsekuensi dari perekonomian terbuka, Indonesia banyak kedatangan
investasi asing/pendanaan yang masuk dari dunia Internasional. Hal ini
tentu saja berdampak pada kebutuhan akan jasa profesional Akuntansi. Dan
Indonesia kembali kedatangan banyak Akuntan Asing. Untuk
mengatasinya dibuatlah skema joint partnership oleh pemerintah antara
profesional akuntansi asing dengan profesional akuntansi Indonesia untuk
mendirikan Kantor Akuntan Gabungan. Pada November 1967 berdirilah Joint
Partnership pertama di Indonesia dengan nama Kantor Akuntan Arthur Young
(Amerika) & Santoso Hartokusumo. Joint Partnership berikutnya pada Mei 1968
dengan nama Kantor Akuntan Velayo (Filipina) & Utomo.
Dalam penerapannya, "EPA"
maupun kode etik yang telah disusun diatas banyak diabaikan. Banyak yang
membuka praktek "akuntansi" padahal tidak bersertifikasi, hal
tersebut melanggar UU No. 34 Tahun 1954. Kemudian, dapat dilihat secara jelas
bagaimana Pertamina yang menerima bantuan dana dari Bank Dunia juga diaudit/
ditangani oleh Kantor Akuntan Asing. Sampai puncaknya pada tahun 1997
ketika krisis moneter melanda kawasan Asia, dimana Indonesia mengucurkan
Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dengan meminta bantuan IMF yang
kemudian IMF meminta kepada "the big six" (istilah kap terbesar di
dunia) untuk melakukan "due diligence" terhadap dunia perbankan yang
kemudian terungkap adanya masalah struktural perbankan di tanah air (namun
sampai saat ini masih belum terungkap jelas).
Orde Setelah Orde baru
Pada masa ini, Indonesia dipimpin
oleh Presiden B. J. Habibie, Gusdur, Megawati Soekarnoputri, dan Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono ("SBY") sampai dengan saat ini. Ada 2 hal
besar yang dihadapi pemerintah pasca-Soeharto, yang berdampak pada profesi
Akuntansi di orde setelah orde baru ini adalah;
1. Membangun kembali perekonomian pasca krisis keuangan 1997/1998
2. Upaya menangani kasus korupsi dan memberantas korupsi yang masih terjadi
Di Indonesia, Etika Profesi Akuntansi ("EPA") dewasa ini khususnya kode etik Akuntan Publik dituangkan kedalam SPAP (Standar Profesi Akuntan Publik) berdasarkan keputusan DepKeu melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) no 17 Tahun 2008 yang isinya mewajibkan akuntan dalam melaksanakan tugas dari kliennya berdasarkan SPAP. SPAP sendiri merupakan terjemahan dari International Federations of Accountans. EPA/SPAP menjadi sangat vital dikarenakan profesional di bidang akuntansi memiliki tanggung jawab yang luas, tidak hanya kepada klien atau pemberi kerja tetapi juga kepada publik atau pihak ketiga yang berkepentingan (seperti supplier, pegawai, pemerintah, creditor, dan konsumen).
Pelanggaran terhadap SPAP tentunya akan dikenakan sanksi yang tegas seperti Pembekuan Izin Usaha sampai dengan Pencabutan Izin Usaha. Hal ini dimaksudkan supaya kepercayaan publik terhadap pengendalian profesi akuntansi terjaga dengan baik.
1. Membangun kembali perekonomian pasca krisis keuangan 1997/1998
2. Upaya menangani kasus korupsi dan memberantas korupsi yang masih terjadi
Di Indonesia, Etika Profesi Akuntansi ("EPA") dewasa ini khususnya kode etik Akuntan Publik dituangkan kedalam SPAP (Standar Profesi Akuntan Publik) berdasarkan keputusan DepKeu melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) no 17 Tahun 2008 yang isinya mewajibkan akuntan dalam melaksanakan tugas dari kliennya berdasarkan SPAP. SPAP sendiri merupakan terjemahan dari International Federations of Accountans. EPA/SPAP menjadi sangat vital dikarenakan profesional di bidang akuntansi memiliki tanggung jawab yang luas, tidak hanya kepada klien atau pemberi kerja tetapi juga kepada publik atau pihak ketiga yang berkepentingan (seperti supplier, pegawai, pemerintah, creditor, dan konsumen).
Pelanggaran terhadap SPAP tentunya akan dikenakan sanksi yang tegas seperti Pembekuan Izin Usaha sampai dengan Pencabutan Izin Usaha. Hal ini dimaksudkan supaya kepercayaan publik terhadap pengendalian profesi akuntansi terjaga dengan baik.
SUMBER
http://theaccountantkanta.blogspot.com/2010/11/profesi-akuntan-dan-perkembangannya.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar